Rabu, 22 Januari 2014

Antara Pesimis Dan Realistis

Entah seberapa erat hubungan antara keduanya, saya hanya bisa menerjemahkan dalam berbagai penganalogian. Diawali dari kata ‘pesimis’ , mungkin kata ‘itu’ sudah tak asing lagi bagi kita, khususnya bagi para pelajar yang sedang mempertaruhkan kepandaian mereka demi nilai yang mereka targetkan. Contoh kecilnya saat mereka akan ulangan harian namun mereka tidak belajar,mereka akan melontarkan kalimat ‘’beluuum siap beluuum belajar” nah dari kalimat itu mengandung makna pesimis, bahwa mereka tidak berusaha dan takut kalah sebelum berperang,akhirnya kalimat tadi menjadi sugesti untuk diri mereka sendiri bahwa mereka tidak bisa mengerjakan. Tak heran jika hasilnya pun juga akan mengecewakan dan semakin membuat mereka menjadi ‘pesimis’.
Setelah satu kali merasa pesimis pasti akan merasa pesimis yang berkelanjutan pula.jadi apa itu pesimis ? menurut saya pesimis itu rasa keputusasaan sebelum berjuang karena kurangnya usaha yang maksimal, atau bisa dikataakan perasaan takut untuk menghadapi kenyataan pahit. Berbeda dengan realistis , realistis itu menerima keadaan,meyakini kalo memang seperti itu keadaanya,percaya kalau memang itu jalan terbaik dari Allah tentang takdirnya.realistis itu berawal dari rasa optimis dan perjuanagan panjang namun berujung kegagalan dan kekecewaan karena keadaan,namun tidak menyalahkan keadaan dan berpikir bahwa keadaan itu adalah suatu takdir dari Yang Maha Kuasa. Realistis itu tahu diri,tahu situasi dan tahu kondisi. Ketika memang sangat tidak mungkin untuk diteruskan orang yang realistis akan berhenti dan menjalani apa yang sudah ditakdirkan. Memang terkadang orang yang realistis itu terlihat seperti orang yang pesimis padahal sebenarnya dia mempertimbangkan keadaan,dia terlihat putus asa padahal sebenarnya dia melihat kenyataan,dia berhenti bukan karena menyerah namun menyadari bahwa itu bukan jalannya.orang yag realistis itu bukan ingin melepaskan impiannya namun menahan egonya.
Lalu hubungan antara realistis dan pesimis itu sendiri seperti apa? Begini,realistis dan pesimis itu sama-sama mengalami kekecewaan atau keputusasaan namun jika pesimis itu adalah rasa putus asa dalam arti menyerah dan merasa disudutkan oleh keadaan dan kenyataan pahit,berbeda dengan realistis, realistis itu perasaan kecewa namun kecewanya itu bukan bermaksud untuk menghakimi diri sendiri atau menyalahkan orang lain melainkan menyadari adanya kenyataan yang telah ditakdirkan. Kita ambil contoh ketika seorang pelajar yang baru saja lulus SMA dan ingin melanjutkan ke bangku perkuliahan kita sebut pelajar tersebut si B. Dia ingin menjadi pelukis namun orang tua nya tidak menyetujui jika dia menjadi pelukis dan mengharuskan si B tadi untuk menjadi arsitek. Si B tetap berjuang untuk mengejar cita-citanya menjadi pelukis dengan berbagai cara, salah satunya dengan membujuk orang tuanya agar mengijinkan si B untuk sekolah melukis,tak jarang si B tadi brontak dan mencoba melarikan diri untuk sekolah melukis,namun pada akhirnya dia putus asa untuk menjadi seorang pelukis karena disisi lain si B menyadari bahwa dia tidak bisa menggapai cita-citanya tanpa izin dari kedua orang tuanya dan dia mencoba untuk bersekolah di jurusan arsitek sesuai kemauan orang tuanya.apakah tindakan si B tersebut termasuk tindakan yang realistis?rancu memang, sangat tipis perbedaan apakah si B tadi ‘pesimis’ atau ‘realistis’ karena kelihatannya dia sudah pesimis untuk menjadi seorang pelukis, dia sudah putus asa namun disini si B melepaskan impiannya dan menahan egonya karena kenyataan, kenyataan yang menyebutkan bahwa dia ditakdirkan bukan menjadi seorang pelukis karena keluarga yang tidak mendukungnya.
Contoh lain misalnya si A yang punya impian untuk menjadi dosen fisika, namun pada kenyataannya si A belum begitu menguasai materi fisika, si A sudah mencoba untuk memperdalam ilmu fisika namun belum maksimal dan sampai sekarang pun si A masih belum mahir dalam ilmu fiska,karena fisika itu butuh logika sedangkan daya logika si A kurang,ketika si A berada pada keadaan seperti itu,terlalu ambigu memang, apakah si A harus melanjutkan apa yang saya impikan atau memilih yang lain yang sesuai dengan kemampuan saya ? apakah si A termasuk yang ‘pesimis’ atau yang ‘realistis’? entahlah.
Antara pesimis dan realistis jika dilihat dari teori memang terlihat jelas berbeda namun jika sudah dihadapkan pada kenyataan hidup, pesimis dan realistis akan terlihat ambigu dan terlihat sangat tipis perbedaanya. Realistis akan terlihat pesimis begitu pula sebaliknya.


Menjadi Berbeda Ketika yang Lain Tak Sama



o   Menjadi berbeda ketika harus berusaha | sementara yang lain asik bercanda
o   Menjadi berbeda ketika shalat dhuha di masjid | sementara yang lain makan di kantin
o   Menjadi berbeda ketika menangis karena dosa | sementara yang lain menangis karena cinta
o   Menjadi berbeda ketika berusaha mensyar'ikan jilbab | sementara yang lain asik berdandan dengan fashion style yang tak beradab
o   Menjadi berbeda ketika mengikuti kajian | sementara yang lain asik pacaran
o   Menjadi berbeda ketika meluangkan waktu untuk liqo | sementara yang lain menghabiskan uang untuk membeli rokok
o   Menjadi berbeda ketika mengeluarkan uang untuk beramal | sementara yang lain membelanjakan uang untuk ngemall
o   Menjadi berbeda ketika menjaga agar shalat tepat waktu | sementara yang lain menunda karena alasan ini itu
o   Menjadi berbeda ketika harus menjaga nafsu | sementara yg lain mengumbar nafsu .
o   Menjadi berbeda ketika harus berusaha menjaga lisan ketika yang lain sibuk menggunjing tanpa bosan
o   Menjadi berbeda ketika bekerja jujur saat mengerjakan UAS |
Sementara yang lain dengan santainya menyontek tanpa merasa berdosa
Menjadi berbeda ketika yang lain tak sama
Menjadi berbeda ketika harus membiasakan yang benar bukan membenarkan yg biasa.
Maka dari itu untuk selalu istiqomah berada di jalan-Nya bukanlah suatu hal yg mudah, butuh perjuangan untuk menapaki setiap kerikil-kerikil tajam yang menusuk kaki dalam melangkah, atau bahkan badai besar yang menggoyahkan seluruh tubuh ini sehingga sulit untu terbangun lagi, atau bisikan-bisikan lembut yang menggiurkan nafsu dan menggelitik hati yg pelan-pelan meruntuhkan keimanan seseorang. Dan sepertinya aku berada didalamnya, aku rasa aku juga masih belum bisa untuk selalu istiqomah, masih sering tergiur nafsu dunia, Astaghfirullahaladzim.Masih sangat jauh dari mereka-mereka yang jauh lebih semangat untuk mengejar urusan akhirat.
Aku tahu aku salah, aku sering melenceng dari jalan kebenaran. Jika boleh memilih,aku ingin berada dalam lingkungan yg selalu menguatkanku dalam keimanan, selalu dalam lingkungan dimana aku bisa selalu dipertemukan dengan  mereka-mereka yang rajin mengikuti majelis ilmu, aku ingin bersama mereka-mereka yang selalu menjaga shalat tepat waktu,mereka-mereka yang rajin melakukan shalat dhuha,shalat rawatib,dan selalu bangun dalam sepertiga malam untuk melakukan qiyamulail, mereka-mereka yg tak pernah letih untuk terus berusaha menghafal Al-Quran,mereka-mereka yang berusaha untuk mensyar’ikan hijabnya,menjaga pandangannya,intinya mereka-mereka yg selalu menyeretku pada pintu kebaikan.Namun itu hanyalah sebatas keinginan,bila pada realitasnya Allah lebih sering mempertemukan aku dengan orang-orang yang mungkin bisa dikatakan agak jauh dari sentuhan agama,aku mencoba untuk tetap bersyukur mungkin itu jadi ujian keimanan seberapa kuat bisa tetap istiqomah. Terkadang menjadi yang minoritas memang sedikit kurang nyaman,namun aku ingat pada satu ayat ini “Islam muncul dalam keadaan asing dan akan kembali asing sebagaimana munculnya. Karena itu, beruntunglah orang-orang yang ‘asing’.” (HR Muslim).
Terkadang aku merasa menjadi sedikit aneh,misalnya bila harus berusaha memanjangkan jilbab,memakai rok dan kaos kaki ketika di sekitarku mayoritas banyak yang memakai jeans ketat atau pakaian yang agak nerawang,menerima komentar dari mereka tentang penampilanku itu cukup jadi bahan renungan buat aku,mungkin inilah orang ‘asing’ itu,justru inilah identitasku sebagai seorang muslimah yang memang berbeda dari kebanyakan perempuan lain yang banyak mengumbar aurat mereka,berat memang tapi aku tahu jika aku berhasil melewati jalan lurus ini,surga hadiahnya.
Memang benar, berbaur tapi tidak melebur. Itu pr besar untuk aku. Boleh berbaur dengan siapapun namun satu yang dipegang,prinsip tak boleh lepas dari genggaman. Tak boleh melebur dengan iming-iming dunia semata.
Meskipun melawan arus tak semudah yang dikata orang karena terbawa arus lebih terasa ‘nyaman’ dan ‘aman’,meskipun mewarnai kebaikan tak semudah menambahkan garam dalam larutan,karena jika terkena dengan warna yang dominan,warna yang lain cepat larut didalamnya. Namun aku masih terus berusaha untuk menguatkan niatku berada dalam jalan yg lurus,jalan menuju surga-Nya.
 












Sabtu, 18 Januari 2014

Nunggu Apa Lagi ? Hijab Tanpa Nanti Hijab Tanpa Tapi


Kamu selalu terlihat cantik,namun cantikmu tidak untuk kau umbar ke semua orang. Kamu akan terlihat lebih cantik dengan kesederhanaan.
Rambutmu tidak untuk kau urai kesemua lelaki, kulit putihmu tidak untuk kau perlihatkan. lekuk tubuhmu seharusnya kau sembunyikan.
Nunggu apa lagi?
Bukankah sudah diperintahkan secara jelas dalam QS. An-Nur ayat 31
Dan katakanlah kepada perempuan-perempuan yang beriman supaya menyekat pandangan mereka (daripada memandang yang haram), dan memelihara kehormatan mereka dan janganlah mereka memperlihatkan perhiasan tubuh mereka kecuali yang zahir daripadanya dan hendaklah mereka menutup belahan leher bajunya dengan tudung kepala mereka dan janganlah mereka memperlihatkan perhiasan tubuh mereka melainkan kepada suami mereka, atau bapa mereka, atau bapa mentua mereka, atau anak-anak mereka, atau anak tiri mereka, atau saudara-saudara mereka, atau anak bagi saudara-saudara mereka yang lelaki, atau anak bagi saudara-saudara mereka yang perempuan, atau perempuan-perempuan Islam, atau hamba-hamba mereka, atau orang gaji dari orang-orang lelaki yang telah tua dan tidak berkeinginan kepada perempuan, atau kanak-kanak yang belum mengerti lagi tentang aurat perempuan dan janganlah mereka menghentakkan kaki untuk diketahui orang akan apa yang tersembunyi dari perhiasan mereka dan bertaubatlah kamu sekalian kepada Allah, wahai orang-orang yang beriman, supaya kamu berjaya.(QS.An-Nur ayat 31)
lalu mengapa masih malu?
lalu mengapa kata "belum siap" itu jadi jawaban yg klise.You can't wait any longer girls. katanya ingin menjadi wanita sholehah.
 Memang menutup aurat bukan jaminan nggak pernah bebuat dosa, akan tetapi menutup aurat sudah pasti mengurangi dosa. Minimal telah menggugurkan kewajiban menutup aurat.
          Berjilbab belum tentu baik imannya,Akan tetapi wanita yang baik iman sudah pasti berjilbab bukan?
          Berjilbab nggak jaminan selalu dekat dengan Allah,akan tetapi yang pasti ia ingin mendekat kepada Allah
Jangan mencari pembenaran dengan perkataan "hatinya dulu yang dihijabi" atau "percuma kalo berhijab tapi kelakuannya masih berantakan" atau yg lebih seringnya "kalo belum siap ya jangan dulu,butuh proseslah"
Siap tidak siap hijab itu merupakan sebuah kewajiban bagi semua muslimah tanpa terkecuali. Hijab itu kewajiban bukan kesiapan.
berhijab sembari menghijabi hati bukankah lebih indah.
Wahai anakku Fatimah! Adapun.perempuan-perempuan yang akan digantung rambutnya hingga mendidih otaknya dalam Neraka adalah mereka itu di dunia tidak mau menutup rambutnya daripada dilihat oleh lelaki yang bukan mahramnya.(Petikan dari Hadis Riwayat Bukhari dan Muslim.)
Jangan banyak menunggu,kau tak tahu berapa lama lagi waktumu.jangan banyak menunda,kewajiban itu bukan untuk ditunda.jangan banyak tapi,tidak ada alasan lain untuk berhijab meskipun sekolahmu,atau tempat kerjamu sekalipun orang tuamu melarangmu, dahulukan Allah diatas mereka,jgn takut kepada mereka takutlah pada Allah. Karena hijab adalah perintah-Nya. Masihkan berani merindukan surga-Nya sedang aurat saja masih diiumbar.
Nunggu apa lagi ?
Hijab tanpa nanti, Hijab tanpa tapi sebelum engkau dihijabi J

Powered By Blogger

Followers