Sabtu, 31 Januari 2015

Muslimah Sejati

Wanita memang sejatinya cantik dengan apapun yang ia kenakan. Wanita memang fitrahnya lembut dengan segala keanggunannya. Wanita memang tak pernah lepas dengan keramahan atau secuil sifat manjanya. Namun dari sekian wanita dengan sifat dan kriterianya, hanya ia yang dibalut dengan iman dan takwa kepadaNya lah yang pantas didefinisikan sebagai muslimah sejati.

Muslimah sejati bukanlah ia yang terlihat cantik parasnya atau elok rupanya. Hanya saja ia terlihat cantik karena senantiasa menjaga pandangan dari yang bukan mahramnya. Ia memahami bahwa cantik tak hanya sekedar paras belaka, atau sekedar pujian yang tak ada artinya. Baginya cantik lebih dari itu. Baginya cantik dihadapanNya lebih ia prioritaskan dengan menjalankan segala perintahNya dan menjauhi laranganNya.
Muslimah sejati bukanlah ia yang pandai bersolek di depan cermin dan seenaknya berlanggak-lenggok dihadapan yang bukan mahram, namun muslimah sejati itu dialah yang tak pernah mengumbar auratnya dan selalu menjaga kehormatan. Ia akan selalu mengulurkan jilbab lebarnya ke dada karena ia telah membaca Surat Cinta dariNya dalam QS. An-Nur ayat 31 yang artinya, “Dan hendaklah kalian menutupkan kain kerudung hingga ke dadanya..” dan dalam QS. Al-Ahzab : 59, “Hendaklah mereka mengulurkan jilbab ke seluruh tubuh mereka. Yang demikian itu supaya mereka mudah dikenali..” Muslimah sejati jelas sudah memahami bahwa jilbab yang mereka kenakan adalah sebuah identitas sebagai seorang muslimah yang membedakannya dengan kaum Yahudi atau Nasrani. Muslimah sejati jelas tak gentar dengan segala doktrin jilbab modis yang jauh dari kata syar’i. Ia akan menjaga auratnya dengan jilbab syar’i.

Muslimah sejati pun bukan ia yang pandai berkeluh-kesah dengan hingar-bingarnya di sosial media, namun ia yang selalu mengadu kesedihan dan pintanya hanya kepada Rabbnya,=. Muslimah sejati tahu bahwa air mata yang berkualitas akan jatuh diantara nikmatnya munajat kepadaNya dalam sepertiga malam terakhirnya. Bukan ia yang disibukkan dengan kesia-siaan dan sikap hedonisme yang pantas disebut muslimah sejati, namun ia yang tak pernah lelah berjuang di jalan dakwah, ia yang senantiasa berkontribusi untuk kemajuan umat. Dia seorang aktivis dakwah yang berjuang mengadakan kajian ini itu hanya untuk perbaikan akhlak dan moral generasi muda yang semakin tak keruan ini. Lelahnya cukup dibayar dengan senyuman-senyuman ukhuwah yang menguatkan, karena baginya dakwah adalah salah satu bagian dalam jihad di jalanNya. Muslimah sejati bukan ia yang mengidolakan artis-artis korea, namun ia yang meneladani kisah perjuangan seorang Khadijah sang Ummul Mukminin, karena baginya menjadi salah satu wanita penghuni surga adalah cita-cita tertingginya.

Ketika Cinta-Nya Menyapa


Bila cinta adalah waktu, maka ia akan menghabiskan
setiap detik bersama dengan apa yang dicintainya.
Bila cinta adalah ilmu, maka ia akan senantiasa mempelajari apa yang dicintainya
Bila cinta adalah rindu, maka ia akan menunggu setiap waktu hanya untuk bertemu dengan apa yang dicintainya

Namun… bila cinta adalah fitrah, maka ketika itulah cinta-Nya menyapa kepada manusia, makhluk-Nya yang paling sempurna.



Hal ini telah tertuang dalam firman-Nya dalam QS. Ali-Imran : 14
 Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini, yaitu: wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia, dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang baik (surga).

Ketika cinta-Nya menyapa ,Dia akan menghadirkan rasa cinta sebagai fitrah manusia. Dia akan menjadikan setiap apa yang dipandang manusia  terasa  indah seperti pada ayat diatas.
Lalu bagaimana agar kita menjadikan cinta itu sebagai suatu ketaatan untuk beriman kepada-Nya?
Menurut Ibnu Qayyim ada enam tingkatan cinta dalam Islam, yaitu :
1. Peringkat pertama adalah Tatayyum

 Ini merupakan tingkatan cinta yang paling tinggi dan merupakan hak ALLAH SWT
“Dan diantara manusia ada orang-orang yang menyembah tandingan- tandingan selain Allah; mereka mencintainya sebagaimana mereka mencintai Allah. Adapun orang-orang yang beriman amat sangat cintanya kepada Allah. Dan jika seandainya orang-orang yang berbuat zalim itu mengetahui ketika mereka melihat siksa (pada hari kiamat), bahwa kekuatan itu kepunyaan Allah semuanya, dan bahwa Allah amat berat siksaan-Nya (niscaya mereka menyesal).” (QS. Al-Baqarah : 65).

Kalau kata Ust. Yusuf Mansyur, Allah dulu,Allah lagi,Allah terus. Allah-lah yang paling utama tiada tandingan,tak ada bandingan.Cinta kita kepada-Nya harus menjadi puncak dari segala cinta yang kita miliki.

2. Peringkat kedua adalah ‘Isyk

Cinta ini yang merupakan haknya Rasulullah SAW. Cinta yang melahirkan sikap hormat, patuh, ingin selalu membelanya, ingin mengikutinya, mencontohnya, namun, bukan untuk menghambakan diri kepadanya. Kita rindu berjumpa dengannya karena kemuliaan yanga ada pada diri beliau.
“Katakanlah: ‘Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, maka ikutilah aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu’. Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”(QS. Ali-Imran : 31)

3. Peringkat ketiga adalah Syauq

   Yakni cinta antara mukmin dengan mukmin lainnya. Antara suami isteri, antara orang tua dan anak, yang membuahkan rasa mawaddah wa rahmah.

4. Peringkat ke empat adalah Shababah

Yaitu cinta sesama muslim yang melahirkan ukhuwah Islamiyah. Cinta ini menuntut sebuah kesabaran untuk menerima perbedaan dan melihatnya sebagai sebuah hikmah yang berharga. Bila cinta ini ada, Insya Allah segala perbedaan bisa disinergiskan.

5. Peringkat kelima ‘Ithf (simpati)

Cinta ini ditujukan kepada sesama manusia. Rasa simpati ini melahirkan kecenderungan untuk menyelamatkan manusia, termasuk pula di dalamnya adalah berdakwah. Karena bila dakwah adalah cinta, dia akan meminta semua darimu. Senyummu, tangismu menjadi bagian darinya. Dan hanya orang-orang yang terpilihlah yang bisa merasakan manisnya dakwah dalam dekapan ukhuwah.

6. Peringkat keenam adalah cinta yang paling rendah dan sederhana, yaitu cinta atau keinginan selain kepada manusia : harta benda.Cinta jenis ini pula yang sering menggelincirkan manusia. Karena sifat harta memang selalu melenakan. Namun, bila kita cerdas, banyaknya harta benda seharusnya tidak menjadikan kita terlena. Sebaliknya, ia hanya menjadi sarana untuk beramal dan bersedekah demi menggapai Ridho-Nya.
Jika dilihat dari 6 tingkatan cinta diatas, sebagai makhluk-Nya yang paling sempurna kita harus bisa  menyempurnakan cinta yang diberikan oleh-Nya dengan menempatkan porsi cinta kita sesuai pada tingkatannya,dan menjadikan Allah dan Rasul-Nya lebih dicintai dari selainnya seperti disebutkan dalam Hadist berikut :

“Tiga hal,barang siapa memilikinya maka ia akan merasakan manisnya iman.(yaitu) menjadikan
Allah dan Rasul-Nya lebih dicintai dari selainnya,mencintai seseorang semata-mata karena Allah,dan Benci kembali kepada kekufuran sebagaimana benci nya ia jika dilempar ke dalam api neraka”(HR.Bukhari).

Dan jangan sampai kita mensejajarkan cinta kita kepada-Nya dengan suatu makhluk apapun seperti dalam firman-Nya :

 “Demi Allah, dahulu kami di dunia berada dalam kesesatan yang nyata, karena kami mempersamakan kamu dengan Rabb semesta alam.” (QS. Asy-Syu’araa’ : 97-98).

Jadi ketika kita mencintai seseorang,jagalah cinta itu agar tidak melebihi cinta kita pada Rabb kita dan jadikanlah cinta itu untuk menambah ketaatan kita pada Allah ta’ala, bukan malah meleburkan cinta kita kepada-Nya. Karena bila cinta adalah iman, ia akan percaya bahwa hanya kepada Rabb-nya lah ia akan taat, dan tak ada secuil pun keraguan untuk terus berjalan menggapai surga-Nya kelak.






Powered By Blogger

Followers